INFOUMKMINDONESIA.COM – Kementrian Koperasi dan UKM mengusulkan pelarangan kegiatan thrifting, atau kegiatan membeli barang bekas atau secondhand. Hanung Harimba Rachman, yang menjabat sebagai Deputi Bidang UKM, menilai kegiatan thrifting ini dapat melukai produktivitas UMKM lokal Indonesia.
Menurut Hanung, masyarakat Indonesia masih cenderung memilih untuk membeli produk luar negeri, meskipun dalam kondisi bekas. Hanung memiliki kekhawatiran bahwa produk bekas dari luar negeri ini, yang seringkali dijual dengan harga miring, bisa saja menurunkan penjualan produk UMKM dalam negeri.
“Thrifting itu sangat buruk ya bagi UMKM, harusnya itu dilarang,” ujar Hanung di Kemenkop dan UKM, Selasa (28/2). “Karena memang masyarakat kita masih price sensitive, dan juga ingin produk-produk dari luar negeri, walaupun bekas.”
Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan sempat menghadiri pemusnahan pakaian impor bekas pada pertengahan tahun 2022 lalu. Zulhas mengatakan bahwa pakaian impor bekas saat ini masih umum beredar di wilayah Indonesia, karena harganya yang miring.
“Ini bisa merusak industri dalam negeri, murah-murah kan. Kadang-kadang kalau dimasukkan ke kampung-kampung enggak bisa bedakan ini dari mana. Diobral murah bisa merusak industri pakaian dalam negeri,” kata Zulkifli Hasan.
Namun, kenapa thrifting masih jadi pilihan bagi masyarakat?
Bagi sebagian orang, thrifting menjadi alternatif untuk menghemat uang dan juga sebagai upaya untuk menjaga lingkungan. Thrifting dapat dilakukan pada toko barang bekas atau melalui platform online yang menyediakan layanan penjualan barang bekas.
Berikut ini adalah beberapa alasan mengapa thrifting menjadi populer di kalangan masyarakat:
1. Hemat Uang
Ketika membeli barang bekas, harganya cenderung lebih murah daripada membeli barang baru. Beberapa barang bahkan dapat dibeli dengan harga yang jauh lebih murah dari harga aslinya. Dengan melakukan thrifting, seseorang dapat menghemat uang dan memperoleh barang yang masih berkualitas.
2. Menjaga Lingkungan
Dalam rangka untuk memproduksi barang baru, banyak sumber daya alam yang digunakan seperti air, bahan baku, energi, dan lain sebagainya. Dengan memilih untuk membeli barang bekas, kita dapat mengurangi jumlah limbah yang dihasilkan dan mengurangi dampak negatif pada lingkungan.
3. Menemukan Barang yang Unik
Dalam thrifting, seseorang dapat menemukan barang yang tidak bisa ditemukan di toko-toko biasa. Beberapa barang bahkan memiliki nilai sejarah atau sentimental yang tidak dapat diukur dengan uang. Hal ini memberikan nilai tambah bagi seseorang yang membeli barang bekas.
Mengingat alasan-alasan tersebut, usulan ini tentu saja mengundang reaksi dari netizen (warganet). Beberapa netizen menolak usulan dari KemenKop UKM ini.
Ketidaksetujuan ini disuarakan oleh beberapa netizen dengan membandingkan praktik di luar negeri terutama di negara maju. Beberapa warganet juga khawatir tidak bisa memenuhi kebutuhan fashion mereka jika thrifting dilarang, mengingat selisih harga produk UMKM dan produk bekas di toko thrift.
“Lah negara2 maju, dan di eropa malah secara terang2an punya toko besar yg isinya thrifting. Dengan beli thrifting kita turut membantu mengurangi limbah pabrik yg berdampak banget ke bumi, wahai bapak/ibu pejabat sekalian.”
“Ketika bikin produk dan kalah saing, maka hilangkan saja pesaingnya”
“BANH PLIS BANH GAMAU BELI BAJU OVERPRICED BANHHH”
Tak sedikit juga netizen yang mengemukakan pendapat setuju terhadap usulan KemenKop UKM, karena kegiatan thrifting yang marak terjadi di masyarakat, cenderung memperjualbelikan baju bekas impor. Jika ditelusuri lagi, baju-baju bekas ini bisa saja mengandung jamur dan bakteri berbahaya yang bisa mengancam kesehatan masyarakat. Beberapa netizen tetap mendukung kegiatan thrifting, selama thrifting yang dimaksud itu adalah memperjualbelikan baju bekas yang merupakan produk lokal Indonesia, dan bukan hasil impor dari negara lain.
“Gue setuju sih kalau maksudnya thrift barang impor bekas. Itu barang gak jelas kan kebersihannya. Lagian negara juga rugi gak kena pajak sama itu barang. Ya biar barang lokalnya laku juga.”
“Kalau mau beralasan ramah lingkungan, maka: Larang thrifting hasil impor. Legalkan thrifting hasil lokal. Jangan mau jadi ‘tempat sampah’ negara lain.”
Dijalankan atau tidaknya larangan ini, nantinya akan memengaruhi konsumen dan juga produsen UMKM dalam negeri. Keputusan yang paling tepat, pastinya adalah keputusan yang paling berdampak positif bagi negara, masyarakat, dan tentunya lingkungan. Bagaimana menurut Anda? (I Made Fajar Ivan)