INFOUMKMINDONESIA.COM – Dalam lingkup Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), pajak berperan sebagai landasan bagi keberlanjutan operasional dan dampak ekonomi yang lebih luas. Artikel ini akan membahas peran penting pajak UMKM dalam ekosistem UMKM dan menjelaskan mengapa kepatuhan terhadap peraturan perpajakan bukan hanya keharusan hukum namun juga keharusan strategis bagi bisnis ini.
Mulai dari memastikan kepatuhan hukum hingga mendorong stabilitas ekonomi dan tanggung jawab sosial, memahami pentingnya pajak adalah hal yang sangat penting bagi UMKM dalam menghadapi kompleksitas lingkungan bisnis saat ini. Jadi, Kawan UMKM wajib menyimak hingga akhir artikel ini, ya!
Pentingnya Pajak Bagi UMKM
Pajak sangat penting bagi UMKM karena berbagai alasan, diantaranya :
- Pajak memastikan kepatuhan hukum, mencegah hukuman dan masalah hukum.
- Kontribusi pajak merupakan bagian penting dari pendapatan pemerintah, mendukung layanan publik dan infrastruktur yang secara tidak langsung menguntungkan UMKM.
- Pemenuhan kewajiban perpajakan juga mencerminkan tanggung jawab sosial, yang menunjukkan komitmen UMKM terhadap komunitas dan negaranya.
- Kepatuhan terhadap undang-undang perpajakan dapat memberikan akses kepada UMKM terhadap program dan insentif pemerintah, sehingga membantu pertumbuhan dan perkembangan mereka.
- Memahami kewajiban perpajakan memfasilitasi perencanaan dan pengelolaan keuangan yang efektif, memastikan UMKM mengalokasikan dana yang cukup untuk pajak.
- Menjaga catatan kepatuhan pajak yang baik akan meningkatkan reputasi UMKM, menarik pemangku kepentingan, dan menumbuhkan kepercayaan.
Secara garis besar, pajak berkontribusi terhadap stabilitas perekonomian dengan mendanai pengeluaran dan layanan pemerintah, sehingga menciptakan lingkungan yang kondusif bagi operasional dan pertumbuhan UMKM dalam perekonomian yang lebih luas. Setelah memahami pentingnya pajak bagi UMKM, Kawan juga perlu mengetahui bahwa terdapat pengkategorian UMKM yang akan menentukan tarif pajak.
Pengkategorian UMKM
Menurut UU Nomor 20 Tahun 2008 mengenai Usaha Mikro Kecil Menengah, klasifikasi UMKM dapat dibagi berdasarkan jumlah aset dan total omzet penjualan, serta jumlah karyawan menurut Badan Pusat Statistik.
Usaha mikro merujuk pada usaha produktif yang dimiliki oleh perorangan atau badan usaha perorangan, dengan karyawan kurang dari empat orang, aset hingga Rp 50.000.000, dan omzet penjualan hingga Rp 300.000.000 per tahun.
Usaha kecil merupakan usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, bukan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian dari usaha menengah atau besar. Kriteria usaha kecil meliputi karyawan kurang dari 5-19 orang, aset dari Rp 50 juta hingga Rp 500 juta, dan omzet penjualan tahunan dari Rp 300 juta hingga Rp 2,5 miliar.
Baca juga : 4 Cara Memulai Ekspor Produk UMKM, Ketahui Caranya Disini
Usaha menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri dan bukan bagian dari usaha kecil atau besar. Kriteria usaha menengah meliputi karyawan antara 20 hingga 99 orang, aset antara Rp 500 juta hingga Rp 10 miliar, dan omzet penjualan tahunan antara Rp 2,5 miliar hingga Rp 50 miliar.
Usaha besar merupakan usaha ekonomi produktif yang dilakukan oleh badan usaha dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan lebih besar dari usaha menengah. Kriteria usaha besar termasuk memiliki lebih dari 100 karyawan, aset lebih dari Rp 10 miliar, dan omzet penjualan tahunan lebih dari Rp 50 miliar.
Dari informasi di atas, Kawan UMKM bisa menentukan bisnis kawan masuk ke dalam kategori UMKM tertentu. Selanjutnya, kami akan membahas berapa tarif pajak yang harus dibayar oleh UMKM?
Tarif Pajak UMKM
Apabila Kawan mendaftarkan perusahaan di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) yang berlokasi di wilayah tempat usaha Kawan berada, Kawan akan diberikan Surat Keterangan Terdaftar (SKT).
Dalam SKT tersebut, akan dijelaskan mengenai jenis-jenis pajak yang harus Kawan lunasi, yang bergantung pada jenis transaksi yang Kawan lakukan serta jumlah omzet usaha dalam setahun.
Berdasarkan Pasal 17 UU PPh atau kini yang diperbarui menjadi Undang-Undang Harmonisasi Perpajakan (UU HPP), penghasilan Rp0 sampai dengan Rp60.000.000 dikenakan tarif pajak 5%, penghasilan di atas Rp60.000.000 sampai dengan Rp250.000.000, dikenakan tarif pajak 15%, Penghasilan di atas Rp250.000.000 sampai dengan Rp500.000.000, dikenakan tarif pajak 25%, penghasilan di atas Rp500.000.000 sampai dengan Rp5 miliar, dikenakan tarif pajak 30%, dan penghasilan di atas Rp5 miliar, dikenakan tarif pajak 35%.
Penurunan PPh dalam PP Nomor 55 Tahun 2022 dan Dampak bagi UMKM
Kabar terbaru dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan memutuskan bahwa tahun ini, terdapat perubahan dalam tarif pajak penghasilan (PPh) bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), di mana tarif yang sebelumnya dikenakan sebesar 0,5% kembali ke tarif normal sesuai dengan penjelasan Pasal 17 UU HPP di atas. UMKM yang tidak lagi dikenakan tarif 0,5% pada tahun 2024 adalah UMKM orang pribadi yang memiliki omzet tidak melebihi Rp4,8 miliar setahun, dan mereka telah menggunakan tarif PPh final sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2022 sejak tahun pajak 2018.
Perlu diketahui bahwasannya PPh final untuk UMKM merupakan nama lain dari PPh Pasal 4 ayat 2. Ada berbagai macam objek PPh Final, seperti untuk sewa bangunan, jasa konstruksi, pajak atas obligasi, pajak atas peredaran bruto (omzet) usaha.
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2022, tarif 0,5% ini berlaku selama paling lama 7 tahun bagi Wajib Pajak (WP) UMKM Orang Pribadi, paling lama 3 tahun bagi WP Badan Usaha dalam bentuk PT, dan paling lama 4 tahun bagi WP Badan Usaha dalam bentuk CV, Firma, koperasi, BUMDes/Bersama.
Baca juga : Tata Cara Pendaftaran Sertifikat Halal Bagi UMKM, Penting Untuk Diikuti!
Direktorat Jenderal Pajak menjelaskan bahwa tujuan dari pembatasan masa berlaku tarif PPh final sebesar 0,5% adalah memberi peluang bagi pelaku UMKM untuk terus berkembang dengan biaya pajak yang terjangkau. Selain itu, Ditjen Pajak juga memberikan pembebasan PPh Final bagi UMKM Orang Pribadi yang memiliki omzet hingga Rp 500 juta per tahun. Pada tahun terakhir penggunaan tarif PPh final 0,5%, Wajib Pajak UMKM masih diperbolehkan menggunakan tarif tersebut hingga akhir Tahun Pajak yang bersangkutan. Perhitungan menggunakan tarif PPh Pasal 17 UU PPh baru akan dilakukan pada Tahun Pajak berikutnya.
Sesuai penilaian dari Ditjen Pajak, dengan menggunakan tarif UU PPh Pasal 17, akan memberikan benefit lebih menguntungkan karena apabila UMKM mengalami kerugian, maka tidak ada pajak yang harus dibayar, sedangkan dengan tarif PPh Final, pembayaran pajak tidak memperhatikan kondisi untung rugi UMKM dan tetap membayar 0,5% dari omzet. Jika PPh Pasal 17 UU PPh telah digunakan, Wajib Pajak UMKM diwajibkan menggunakan pembukuan atau pencatatan sebagai dasar penghitungan PPh.
Dapat disimpulkan bahwa UMKM tidak dikenakan tarif pajak yang lebih tinggi, melainkan setelah habis masa pengenaan PPh Final 0,5%, UMKM akan beralih ke tarif PPh Pasal 17 UU PPh sesuai ketentuan yang berlaku.
Pemahaman dan pemenuhan kewajiban perpajakan sangat penting bagi UMKM untuk memastikan kepatuhan terhadap peraturan dan berkontribusi terhadap keberlanjutan usaha Kawan. Dengan memahami jenis pajak yang berlaku pada operasionalnya, UMKM dapat menavigasi kompleksitas perpajakan dengan lebih efektif. Pengetahuan ini memberdayakan mereka untuk mengelola keuangan mereka secara efisien dan menghindari potensi masalah hukum. Untuk mendapatkan informasi lebih lanjut mengenai memaksimalkan efisiensi pajak dan strategi kepatuhan bagi UMKM, mari menjelajahi artikel kami yang lain. Tetaplah update informasi baru untuk mengembangkan usaha bisnis Kawan!